Jumat, 02 Mei 2014

Wah Foto Bugil Mirip Guru TK di Salatiga Beredar di Sosial Media

SALATIGA-Sala3Nostalgia Foto bugil yang diduga mirip dengan salah satu guru TK di Salatiga beredar di Facebook.  Dalam akun facebook tersebut, ada tiga buah gambar tidak pantas yang diunggah pada 21 April lalu.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) Salatiga, Tedjo Supriyanto, kepada sejumlah wartawan mengaku telah menerima laporan atas kasus tersebut.

Tedjo mengatakan kasus tersebut saat ini telah dilaporkan kepada pihak kepolisian. Tedjo juga menjelaskan, tersebarnya foto tersebut diduga karena ada unsur pemerasan.

“Berdasarkan informasi, kasus tersebut ada indikasi pemerasan. Yang bersangkutan saat ini dalam keadaan trauma,” terang Tedjo.

Di sisi lain, Kabag Humas Pemkot Salatiga, Adi Setiarso mengatakan, laporan kepada kepolisian terkait kasus ini demi kepentingan pemeriksaan foto tersebut apakah rekayasa atau asli. “Kita serahkan kepada yang berwajib untuk memeriksa keaslian foto tersebut,” terang Adi.

Sumber: http://jurnalwarga.com/2014/05/01/foto-bugil-mirip-seorang-guru-tk-di-salatiga-beredar-di-fb.html#ixzz30Xu0sMU8

Benarkah Dahulu Ada Sapi di Pasar "Sapi" Rejosari?


Pasar Ternak Sapi Salatiga 1918
Sala3Nostalgia-Mungkin diantara kita sampai sekarang masih penasaran dengan sebutan Pasar Sapi, nama lain pasar tradisional Rejosari.

Pasar ini terletak di Kelurahan Mangunsari yang terletak di persimpangan dua jalan utama, yakni jalan Veteran (arah ke Solo) dan jalan Osamaliki (arah ke Semarang).

Mengapa dijuluki demikian, padahal tidak satupun terlihat pedagang yang berjualan sapi. Bagi kita terutama yang muda-muda yang hidup saat ini pasti menerka-nerka.
"Apakah memang ada sapi di pasar sapi?" 

Jawabannya adalah ya. Memang sejakt tahun 1920-an, Belanda punya kebijakan
yang ketat terkait dengan perdagangan sapi ternak di Pulau jawa. Karena kebutuhan ternak sudah mendesak, tidak hanya daging namun juga susu. 

Karena itu Belanda membangun fasilitas perdagangan dan  pemotongan Sapi dam termal sekaligus di Pasar Rejosari. Pasar ini sendiri juga menjual berbagai pusat perdagangan sayur mayur.

Lokasi pasar Rejosari dinilai strategis karena dekat dengan lalulintas daerah-daerah penyuplai hasil bumi lain yakni Ambarawa-Klaten-Solo dan Yogyakarta.

Pasar Ternak Salatiga 1918
Pada tahun 1980, Pasar Rejosari kemudian dilengkapi dengan terminal angkutan kota. Namun lambat laun seiring berkurangnya populasi ternak dan pesatnya perkembangan kota pedagang sapi meninggalkan lokasi tersebut. .

Mungkin karena warga sudah terbiasa menyebut wilayah pasar Rejosari tersebut dengan sebutan pasar ternak sapi yang dahulu pernah ada.



Kamis, 01 Mei 2014

Berikut Berbagai Fakta Unik Para Tukang Parkir Salatiga


Sala3Nostalgia-
Walau Salatiga ternyata punya potret yang serupa dengan kota-kota besar. Yakni tukang parkir. Hanya saja, ada beberapa fakta-fakta unik yang mungkin membedakan dengan tukang parkir di kota lainnya. Berikut fakta-faktanya. 

1. Penghasilan setara gaji karyawan swasta 

Mungkin bagi kita, profesi tukang parkir bukan pekerjaan yang diimpikan. Muncul anggapan, jadi tukang parkir itu tidak punya masa depan karena penghasilan sangat kecil. Namun, bagi sebagian warga salatiga yang menekuni profesi ini, pendapat itu terpatahkan. Para tukang parkir Salatiga, ternyata berpenghasilan setara manajer di perusahaan swasta !

Berdasarkan data yang dihimpun Sala3Nostalgia,  di sejumlah lokasi parkir yang disingahi oleh para mahasiswa, yakni parkiran jalan Kemiri. Selain itu di SD Lab UKSW, dan di depan kampus UKSW. Para pemilik area perkir tersebut bisa merauup pendapatan sebesar Rp 300.000 perhari. Jika dikalikan selama satu bulan, yang mungkin efektif selama 25 hari. Maka bisa meraup penghasian kotor sebesar Rp 7 juta rupiah.

Jika dari penghasilan tersebut dipotong biaya operasional sebesar Rp 2-3 juta saja, tukang parkir itu sudah mendapatkan keuntungan bersih Rp 4-5 juta perbulan.

2. Tersebar disetiap sudut kota

Karena restribusi parkir menjadi salah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD) Salatiga. Pemerintah Kota (Pemkot) berupaya mendongkrak pendapatan parkir pakir agar kas daerah terdongkrak. Oleh karena itu, ada dua pilihan Pemkot agar bisa memenuhi target tersebut. Pertama, menaikan tarif parkir atau memperluas jangkauan area parkir di kota ini.

Nah untuk tarif parkir, tentu akan banyak penolakan masyarakat jika setiap waktu  naik. Oleh arena itu, praktis pemerintah memilih memperluas jangkauan wilayah parkir keseluruh penjuru kota. Karena itu, wajar akhirnya kita melihat hampir setiap penjuru kota di jalan-jalan terdapat tukang parkir. 

Namun sayang, sangking banyaknya masyarakat sulit membedakan wilayah-wilayah mana yang termasuk parkir liar atau parkir resmi. Banyak warga yang semestinya merasa menikmati layanan parkir, namun justru terganggu keberadaanya.

3. Tetap dibayar walau dilarang


Karena tidak tahu, atau sengaja, biasanya para pengendara tetap mau memarkirkan kendaraanya di tempat tempat para tukang parkir liar beroperasi. Padahal, wilayah itu sudah jelas-jelas diberi tanda larangan parkir oleh pemerintah. Walau berisiko ditilang, pengendara tetap saja mau dan membayar sewa parkir kepada juru parkir liat.  

Akibatnya, beberapa waktu lalu puluhan petugas menggembosi roda belakang ratusan sepeda motor yang terparkir di beberapa titik parkir liar di Jalan Diponegoro dengan cara mencabut pentilnya Selain menempati daerah larangan parkir, tempat parkir liar tersebut juga mengganggu kenyamanan pejalan kaki lantaran lahannya menempati jalan trotoar.

4. Dituduh menyuap pemerintah

Pada 2013 lalu, terjadi ketegangan antara Pembantu Rektor III Univeritas Kristen Satya Wacana (UKSW), Yaffet YW Rissy dengan Kepala UPTD Parkir Dinas Perhubungan Komunikasi Budaya dan Pariwisaya (Dishubkombudpar) Kota Salatiga Agus Nur Solikin.

Kala itu Yaffet menuding UPTD Parkir menerima suap dari juru parkir liar agar mendapatkan jatah lahan di depan kampus UKSW. Tukang parkir di Salatiga dinilai sangat terorganisir berkerjasama dengan oknum pemerintah untuk mendapatkan jatah.
'
Atas tudingan ini, Agus Nur Solikin membantah keras. "Tudingan itu tidak benar. Staf saya tidak pernah menerima setoran (upeti) dari jukir liar. Dan di Salatiga, tidak ada pengorganisasian jukir liar. Silahkan dicek langsung ke kantor saya. Jika ada, tolong catat nama pegawainya dan laporkan ke saya,” ujar Agus, kepada wartawan. (*)